![]() |
Massa saat gelar aksi depan kantor Pemkot Bima, Senin, 10/03/25. |
Kota Bima, Beritabima.com – Hati yang remuk dan harapan yang hampir padam tergambar jelas di wajah ratusan tenaga honorer Kota Bima. Mereka yang tergabung dalam Forum PPPK dan CPNS Kota Bima turun ke jalan, menggelar aksi damai di depan Kantor Wali Kota Bima, Senin pagi (10/3).
Di bawah panas terik matahari, teriakan keputusasaan menggema, menembus dinding-dinding birokrasi yang terasa dingin dan tak peduli. Mereka bukan meminta belas kasihan, mereka hanya menuntut hak yang sudah lama dijanjikan dan seharusnya mereka dapatkan.
Namun, keputusan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) justru menambah luka. Proses pengangkatan CPNS ditunda hingga Oktober 2025, sementara PPPK baru akan diangkat pada Maret 2026.
"Kami Sudah Mengabdi Bertahun-tahun, Tapi Nasib Kami Dipermainkan!"
Di tengah kerumunan, seorang guru honorer menangis sambil menggenggam spanduk bertuliskan "Kami Bukan Mesin, Kami Juga Punya Keluarga!"
"Saya sudah 15 tahun mengabdi. Dengan gaji yang tidak cukup untuk biaya hidup, saya tetap bertahan karena cinta pada profesi. Tapi hari ini, saya merasa dikhianati. Apakah pemerintah tahu bagaimana rasanya hidup dalam ketidakpastian selama bertahun-tahun?" ujarnya, suaranya bergetar menahan tangis.
Di sisi lain, seorang tenaga kesehatan yang pernah berjibaku di garda terdepan saat pandemi, berbicara dengan penuh emosi.
"Dulu, saat negeri ini membutuhkan kami, kami dipanggil pahlawan. Tapi sekarang? Kami justru dibuang begitu saja!" serunya, suaranya penuh kekecewaan.
Undang-Undang Dibatalkan dengan “Selembar Surat”
Keputusan Kemenpan RB ini tidak hanya mengecewakan, tetapi juga dianggap melanggar hukum.
"Kami pertanyakan dasar hukum penundaan ini! Bagaimana mungkin Undang-Undang yang mengatur pengangkatan ASN bisa dibatalkan hanya dengan satu surat keputusan? Ini bukan hanya ketidakadilan, ini pelecehan terhadap kami yang sudah lama mengabdi!" teriak salah satu orator aksi.
Bagi para honorer, alasan evaluasi kebutuhan formasi ASN dan penyesuaian anggaran hanyalah alasan klasik yang terus digunakan pemerintah setiap kali mereka ingin mengulur waktu.
Kemudian setelah berjam-jam menyuarakan tuntutan, perwakilan massa akhirnya diterima oleh Kepala BKPSDM Kota Bima, Arif Roesman Effendy. Namun, jawaban yang diberikan tidak mampu meredakan keresahan mereka.
"Kami di daerah hanya bisa menyampaikan aspirasi ini ke pemerintah pusat. Keputusan ada di pusat, bukan di daerah," ujar Arif.
Para tenaga honorer hanya bisa menghela napas. Mereka bukan butuh janji, mereka butuh kepastian.
Perjuangan Belum Selesai: "Kami Akan Datang Lagi, Dengan Jumlah yang Lebih Besar!"
Sebelum aksi berakhir, seruan perlawanan menggema di depan Kantor Wali Kota Bima.
"Jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan, kami akan turun lagi! Kali ini, kami akan datang dengan jumlah lebih besar! Jika perlu, kami akan ke Jakarta! Kami tidak akan diam sampai keadilan ditegakkan!" seru seorang koordinator aksi dengan mata penuh api perjuangan.
Hari itu, mereka memang pulang dengan lelah dan kecewa. Tapi mereka tidak akan menyerah.
Karena bagi mereka, ini bukan hanya tentang status kepegawaian. Ini tentang harga diri, tentang keluarga yang mereka nafkahi, dan tentang janji yang harus ditepati.
Dan selama ketidakadilan masih ada, mereka akan terus berjuang. Sampai hak mereka benar-benar diberikan.(RED)