Anggota DPR RI dari Dapil NTB 2/P. Lombok, H. Bambang Kristiono, SE (HBK). |
MATARAM - Anggota DPR RI dari Dapil NTB 2/P. Lombok, H. Bambang Kristiono, SE (HBK) menjadi tokoh yang sangat konsisten dalam mendorong perwujudan program Food Estate di NTB. Politisi Partai Gerindra ini menegaskan, Food Estate adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan sumber pangan di masa depan.
“Pemerintah daerah memang harus terus didorong untuk mulai mempertimbangkan gagasan mengembangkan Food Estate secara masive dan konsepsional. Apalagi di tengah terus terjadinya alih fungsi lahan pertanian yang mulai menghawatirkan,” kata HBK, Minggu 15 Januari 2023.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI ini memang dikenal sangat memperhatikan keberlanjutan sektor pertanian di Prov. NTB. Itu sebabnya, HBK terus membuat terobosan setelah dilantik menjadi anggota DPR RI untuk membantu para petani di Pulau Seribu Masjid.
HBK dengan intens mengirimkan paket bantuan berupa traktor, pompa air, bibit tanaman, hingga pupuk untuk para petani yang berada di lima Kab/Kota di P. Lombok. HBK juga tercatat sebagai tokoh yang kini berdiri di garis yang paling depan untuk mewujudkan pembangunan DAM Mujur yang sudah diimpikan masyarakat Lombok Tengah selama empat dekade terakhir.
Hanya saja, kata HBK, berbagai program bantuan sektor pertanian yang diinisiasinya tersebut, tetaplah bukan solusi permanen. Karena itu, Food Estate atau program lumbung pangan bisa menjadi solusi jangka panjang untuk ketahanan dan kemandirian pangan.
"Saya membayangkan apabila DAM Mujur ini berhasil dibangun, ada enam ribu hektar lebih lahan pertanian bisa panen tiga kali dalam setahun. Kemudian ada sekitar enam ratus hektar lahan diseputaran DAM, yang value atau nilainya akan meningkat hingga seribu persen dalam kurun waktu tiga sampai lima tahun setelah DAM selesai dibangun. Lihat saja tanah disekitaran DAM Meninting sekarang, tidak ada lagi tanah dengan harga lima belas juta rupiah per are. Artinya, akan ada kenaikan penghasilan serta nilai aset milik petani yang signifikan", imbuh HBK penuh optimisme.
HBK juga menegaskan, bahwa laju degradasi lahan pertanian yang tinggi memang harus membuat para pemangku kepentingan patut risau. Bahkan, laju alih fungsi lahan pertanian tersebut, pada saat ini telah menjadi perhatian utama Negara. Mengingat tiap tahun bisa mencapai lebih dari 150.000 hektare.
“Posisi NTB saat ini, masih menjadi salah satu daerah lumbung pangan nasional. Tapi, kalau laju alih fungsi lahan ini tidak terkelola dengan baik, tentu ini akan sangat mengkhawatirkan,” imbuh HBK.
Tiap tahun di NTB, puluhan ribu lahan pertanian produktif beralih fungsi menjadi lahan non pertanian. Data Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB merinci, alih fungsi lahan tersebut di tiap Kab/Kota terus meningkat dari tahun ke tahun. Di P. Lombok, wilayah tertinggi alih fungsi lahan terjadi di Kota Mataram, yang bisa mencapai 638,10 Ha per tahun. Jumlah tersebut secara angka memang dibilang kecil. Namun, dari sisi persentase luas lahan pertanian di Kota Mataram, jumlah tersebut menjadi tertinggi. Di Kab. Lombok Barat, alih fungsi lahan tercatat mencapai 1.624,80 Ha, Kab. Lombok Tengah 3.118,59 Ha, Kab. Lombok Utara 5.061,50 Ha dan Kab. Lombok Timur 6.891,20 Ha.
Sementara di P. Sumbawa, di Kab. Sumbawa, alih fungsi lahan tiap tahun mencapai 3.794,30 Ha, Kab. Bima 2.958,50 Ha, Kab. Dompu 1.668,40 Ha, Kab. Sumbawa Barat dan Kota Bima masing-masing seluas 607,60 Ha dan 395,10 Ha.
“NTB butuh program Food Estate untuk ekstensifikasi dan intensifikasi sektor pertanian berkelanjutan. Program Food Estate ini dinilai banyak pihak akan mampu memenuhi kebutuhan pangan kita di masa depan,” tandas HBK.
Tokoh kharismatik Bumi Gora ini mengemukakan, Food Estate tentu tidak melulu tentang membuka lahan baru untuk sektor pertanian sebagai langkah ekstensifikasi perluasan lahan. Namun, juga bagaimana menjadikan lahan pertanian yang sudah ada saat ini terjaga, dan produktivitasnya meningkat sebagai langkah intensifikasi.
Selain itu, kata HBK, program Food Estate tidak melulu tentang lahan pertanian yang harus ditanami padi. Namun, tanaman harus disesuaikan dengan karakteristik lahan yang tersedia. Dengan begitu, lahan yang cocok ditanami singkong atau ubi, maka akan ditanami dengan singkong atau ubi, dan tidak dipaksakan harus ditanami padi. Sehingga pada saat yang sama, program diversifikasi pangan juga bisa terus digalakkan.
Karena itu, HBK pun mengapresiasi jika pemerintah daerah kini sudah mulai menyiapkan sejumlah pilot project program Food Estate di NTB. Antara lain seperti yang terjadi di Labangka, Kab. Sumbawa, dimana disana sudah disiapkan lahan sedikitnya 100 Ha untuk tanaman pangan.
“Sekarang saatnya kita untuk bergandengan tangan, agar pilot-pilot project Food Estate tersebut bisa diperluas di banyak daerah di NTB ini,” kata HBK.
Komitmen HBK tentang pentingnya menggalakkan program Food Estate ini, sejalan dengan pandangan Prof. Edi Santosa, Guru Besar Pertanian, alumnus University of Tokyo yang menegaskan, bahwa tingginya lahan pertanian di Indonesia yang berubah peruntukannya menjadi lahan non pertanian seperti infrastruktur jalan, pabrik, dan rumah tinggal, akan berpotensi menimbulkan krisis ketersediaan pangan di dalam negeri. Namun, dengan kehadiran program Food Estate dari pemerintah, kekhawatiran akan krisis pangan tersebut diharapkan tak akan pernah terjadi.
“Dengan adanya Food Estate ini, hingga (tahun) 2045 nanti, lahan (pertanian) yang bertambah bisa mencapai satu juta Ha” ujarnya.
Ditegaskan, Food Estate adalah cara khas dan inovasi baru pencapaian kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan bagi seluruh masyarakat di Indonesia. Agar Food Estate bisa berjalan sesuai rencana, maka kata Prof Edi, dibutuhkan konsistensi, teknologi, infrastruktur, mentalitas, dan sumber daya manusia yang memadai.
“Anak-anak muda dari daerah (tempat Food Estate diterapkan), bisa menjadi pioneer-pioneer untuk masa depan. Kita bisa membuat sekolah khusus, mungkin hanya enam bulan saja, untuk diajari soal Food Estate ini," katanya.
Di sisi lain, HBK berharap, program Food Estate akan tetap berjalan sesuai program yang sudah dicanangkan, terlepas dari apapun hasil Pemilu tahun 2024 nanti.
"Sebaiknya waktu berkompetisi dibatasi enam atau delapan bulan saja, setelahnya, semua pemangku kepentingan harus mampu bahu membahu, bekerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, yang salah satunya melalui program Food Estate ini," tutup HBK.(RED)